Info
Rabu, 12 Feb 2025
  • Selamat Datang di Website Sekolah Tinggi Pesantren Darunna'im - Perguruan Tinggi Islam yang Berkualitas di Provinsi Banten
  • Selamat Datang di Website Sekolah Tinggi Pesantren Darunna'im - Perguruan Tinggi Islam yang Berkualitas di Provinsi Banten

HADITS KHITAN DAN POLIGAMI TINJAUAN MEDIS, PSIKOLOGI, HISTORIS DAN FENOMENOLOGI   Oleh: Dadan Sunandar, Lc., MA. Ketua Sekolah Tinggi Pesantren Darunna’im (STPDN) Rangkasbitung

http//stpdnrangkasbitung.ac.id/

HADITS KHITAN DAN POLIGAMI TINJAUAN MEDIS, PSIKOLOGI, HISTORIS DAN FENOMENOLOGI

Oleh: Dadan Sunandar, Lc., MA.

Ketua Sekolah Tinggi Pesantren Darunna’im (STPDN) Rangkasbitung Lebak – Banten

Email: dadansunandar68@gmail.com

 

Abstrak. Khitan dan poligami menjadi salah satu isu yang kontraversial di Indonesia, atas kenyataan yang pro dan kontra terkait khitan dan poligami, dalam riset ini bertujuan untuk meninjau dan mendeskrifsikan khitan dan poligami dalam tinjauan segi medis, psikologi, historis dan fenomenologi. Agar dapat membuat pemetaan menganai pihak yang terlibat dalam pro-kontara terhadap khitan dan poligami. Riset ini menggunaka metode yang sifatnya deskriptif kualitatif. dengan metode penelitian library research (penelitian pustaka). Diantaranya buku-buku yang berkitan dengan khitan dan poligami, jurnal, artikel, serta referensi lainnya. Adapun hasil penelitiannya ialah khitan perempuan bukanlah perintah agama, baik dari Al-Qur’an maupun hadis yang sahih. Sehingga tak diwajibkan untuk dialkukan dalam agama islam. Khitan perempuan merupakan hanya sebuah tradisi, meskipun dari segi medis dikatakan baik, tapi dari segi psikologis membuat trauma bagi perempuan jika dilihat dari segi fenomenoginya yang peraktiknya secara berlebihan. Sedangakan poligami hanya pria yang diperbolehkan melakukannya. Akan tetapi harus melaksanakan syariat-syariat yang harus dipenuhi, seperti mampmu bersikap tegas, di niatkan ibadah, menjaga kehormatan istri, dan bukan untuk hawa nafsu mempunyai istri banyak.  Sebab akibat dari poligami sendiri banyak mengandung maslahat bagi keluarga, istri, dan anak-anaknya, yang di kaji dari segi historis, psikologis, medis dan fenomenologinya.

Kata Kunci: Khitan Dan Poligami, Medis, Psikologi, Historis Dan Fenomenologi.

 

Abstract. Circumcision and polygamy have become one of the controversial issues in Indonesia, due to the pros and cons of circumcision and polygamy. This research aims to review and describe circumcision and polygamy in terms of medical, psychological, historical and phenomenological aspects. In order to be able to make a mapping of the parties involved in the pros and cons of circumcision and polygamy. This research uses a descriptive qualitative method. with library research research methods (library research). Among them are books related to circumcision and polygamy, journals, articles, and other references. The results of the research are that female circumcision is not a religious order, both from the Qur’an and authentic hadith. So it is not obligatory to do it in Islam. Female circumcision is only a tradition, although from a medical point of view it is said to be good, but from a psychological point of view, it is traumatizing for women when viewed from the phenomenological perspective, which is practiced excessively. While polygamy only men are allowed to do it. However, you must carry out the Shari’a that must be fulfilled, such as being able to be firm, having the intention of worship, maintaining the honor of your wife, and not for the lust of having many wives. The cause and effect of polygamy itself contains many benefits for the family, wife, and children, which are examined from the historical, psychological, medical and phenomenological aspects.

Keywords: Circumcision and Polygamy, Medical, Psychology, Historical and Phenomenology.

A. Pendahuluan

Dewasa ini, banyaknya diskursus tentang penafsiran khitan dan  poligami dari berbagai sudut pandang pemikiran, menjadi hal penting untuk di kaji kembali dalam sebuah kajian, sebab khitan dan poligami sering menjadi bahan diskusi serta mengandung implikasi bagi para kaum perempuan. Apalagi sekarang isu poliami menajdi tema topik yang semakin hangat yang mengakar dan persefektif para pemikiran islam untuk menguak serta reinterpretasi dari berbagai tinjauan dari segi medis, psikologi, historis dan fenomenologi.

Terdapat berabagai respon pemikiran dari para intelektual dan ulama islam dalam ilmu fiqh mulai berkembang ketika agama berhadapan dengan adat yang tidak pernah sama dan seragam dengan perubahan sosial yang senantiasa berbeda antar satu tempat lainnya. Hal ini merupakan wujud ikhtiar solusi alternatif dari berbagi persoalan yang dihadapi dunia muslim dewasa ini.[1]

Sunat ialah proses dari tindakan bedah terencana di duina, di rekomendasikan oleh pakar anatomi dan sejerawan Hiferdufisionis Grafton Elliot Semh. Belum ada dalam consensus terbukti ontentik tentang bagaimana sunat dilakukan diseluruh dunia, salah satu konseptual ialah hal tersebut dimulai pada suatu daerah dan menyebar dari sana. konsetual lainnya ialah bahwa beberapa kelompok sosial budaya yang tidak sama mulai di terapkanya sendiri.[2]

Poligami ialah perkawinan antara seseorang dengan dua orang tau lebih/perkawinan satu orang suami dengan dua orang istri atau lebih. Secara terminologi bahwa poligami terbagi menjadi dua yaitu poliandri dan poligini.[3]

Dalam perbincangan keislaman maupun secara global, poligami ialah suatu pembahasan yang akan selalu menarik untuk di perbincangkan atau didiskusikan ataupun juga di perdebatkan dari berbagai sudut pandang dan tinjauan. Bahkan jika berbicara mengenai poligami menjadi hal yang sangat sensitif dan akan menjadi “perbinacangan yang hangat”, yang tidak akan hilang dari zaman ke zaman yang ada di seluruh lapisan masyarakan baik Indonesia maupun Negara lain. Mulai dari mayarakat umum, ilmuan, agamawan serta akademisi. Akan menarik lagi apabila dalam perdebatan atau perbincangan tentang poligami semunya berdalil pada ayat atau hadits dengan pembahasan dan perdebatan yang intens dan luas seakan tidak berujung.

Pembahasan poligami tidak hanya berkutat/berada pada orang-orang tertentu saja, seperi kalangan akdemisi dan agamawan, akan tetapi cakupannya masyarakat yang sangat luas mengambi bagian dari itu, meskipun mereka tidak paham terhadap ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits.[4]

Dalam lingkupan kecil, bahwasanya poligami diartikan sebagai disorganisasi keluargaan, sebab dalam peraktiknya menandakan ketidak mampuan salah satu pasangan untuk memenuhi kewajibannya dalam rumah tangga sesuai dengan peranan sosial yang diembannya.[5]

Dalam penelitan Wely Dozan, mengenai “fakta poligami sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan: kajian lintas tafsir dan isu gender”, yang memiliki hasil penelitian  bahwa poligami dalam konsep gender telah terjadi kekerasan terhadap perempuan dalam semua tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin melalui fisik, seksual, dan psikologis, termasuk pada ancaman tertentu, kekersan terhadap perempuan, khusussnya dalam rumah tangga sering disebut kekerasan berbasis gender.[6]

Penelitian Masayu Mashita Maisarah, dengan judul “polemik khitan perempuan: tinjauan dari berbagai aspek”. Yang hasil risetnya ialah membahas khitan dari berbagai aspek yang memperdebatkan tradisi khitan bagi anak perempuan dari segi hukum segi medis dan lainnya, yang membolehkan atau tidaknya dilakukan bagi seorang perempuan.[7]

Maka dapat dikatakan, untuk memahami poligami tidak serta merta mengatakan boleh apalagi sunah, karena selain berbicara dengan alasan wahyu, poligami juga erat kaitannya dengan masalah sosial masyarakat. oleh sebab itu, M. Qurais Shihab, memberikan pernyataan bahwa pada dasarnya tuhan bukan tidak membolehkan poligami ataupun sebaliknya, tanpa sebuah alasan yang memungkinkan adanya kemaslahatan dan kemadaratan yang akan di timbulkannya, maka dengan demikian boleh tidaknya bukanlah persoalan, akan tetapi yang menjadi sebuah pertimbangan ialah alasan dan kemaslahatan jika poligami dilakukan, demkian pula sebaliknya seperti itu.[8]

 

B. Metode penelitian

Penelitian menggunakan sebuah metode yang sifatnya deskriptif kualitatif, dengan metode penelitian library research (penelitian pustaka). Sehingga metode deskriptif ini bisa digunakan sebagai metode pemecahan masalah yang di telaah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat ini berdasarkan fakta yang ada/tampak. Dalam riset ini, seorang peneliti mendeskripsikan dan memaparkan penafsiran terkait hadits khitan dan poligami tinjauan medis, psikologi, historis dan fenomenologi yang merupakan perlunya untuk di kaji lebih dalam, yang sebagaimana pandangan dapat merugikan perempuan. Dengan di kaji menggunakan pendekatan studi literatur melalui berbagai media diantaranya buku-buku yang berkitan dengan khitan dan poligami, jurnal, artikel, serta referensi lainnya yang mendukung dalam riset ini.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Khitan

a.Pengertian Khitan

Secara etimologi khitan asal katanya dari bahasa arab Khatana (memotong), sedangkan secar epistemologi khitan ialah membuka atau memotong kulit (kulup) yang menutupi ujung kemaluan dengan tujuan agar bersih dari najis.[9]

Khitan ialah memotong anggota tubuh yang sehat, ia memaksakan rasa sakit dalam jiwa, dan itu tidak diperbolehkan  kecuali dalam tiga hal; untuk kemaslahatan sebagai hukuman dan melaksanakan kewajiban dan khitan berlaku untuk poin yang ketiga.[10] Khitan ialah memotong kulit yang menutup ujung alat kelamin laki-laki agar tidak dipenuhi kotoran. Sementara untuk wanita proses khitan berlangsung pada bagian atas alat kelaminnya.[11]

 

b.Dalil umum tentang khitan

Hadits khitan perempuan ialah lemah atau dha’if, banyak ulama tetap mengamalkan hadits lemah yang berasal dari riwayat  Ummu’atiyyah, namun mereka mengagapnya bukan sebagai kewajiban, baik tersurat maupun tersirat. Kalupun Nabi pernah membiarkan praktik khitan perempuan berjalan ke Madinah, tetapi itu hanya karena mengikuti tardisi yang telah melembaga di dalamnya, dan hanya sebatas ijtihad bukan sebatas kewajiban. Maslahatnya ternyata melarang khitan perempuan sebab dapat kehilangkan kenikmatan seksual perempuan ketika berhubungan intim dengan suaminya.[12]

 

c.Khitan dalam tinjauan segi medis

1) Khitan laki-laki dalam tinjauan medis

Manfaat khitan dipandang dari segi medis dan agama, diantaranya:

a. menjaga kebersihan dan kemaluan dari najis dan kotoran, bagi pria yang belum di khitan, sering kali terdapat kotoran (smegma)diantara kulit  penis dan penisanya.

b. Mengurangi infeksi saluran kemih, kanker penis, dan infeksi HIV.

c. Menstabilkan syahwat perempuan. Perempuan yang tidak di khitan cenderung mempunyai syahwat yang tinggi.

d. Mensyarakan ajaran islam, jika dalam ajaran Kristen ada baptis, maka dalam islam ada khitan.

e. Membedakan antara orang muslim dan tidak muslim sehingga khitan senantiasa terkait dengan keislaman seseorang.[13]

2) Khitan wanita dalam tinjauan medis

Dalam istilah medis khitan disebutkan dari istilah female circumcision, ialah sebuah istilah umum yang mencakup eksisi suatu bagian genitalia eksterna wanita. Dikenal juga dalam istilah medis pharonic circumcision dan sunna circumcision. Pharonic circumcision ialah sejenis sirkumsis wanita yang terdiri dari dua prosedur, bentuk yang radikal serta bentuk yang dimodifikasi. Pada suatu bentuk radikal, klioris, labia minora, serta labia marjo diangkat dan jaringan yang tersisa dirapatkan dengan jepitan atau jahitan. Pada bentuk yang modifikasi, perputium dan glans clitoris serta labia minora di dekanya dibuang. Sunna circumcision ialah suatu bentuk sirkumisi wanita , jadi pada bentuk ini perputium kiltoris di buang. [14]

Maka khitan wanita dalam istilah medis disebut sebagai female genital cutting (FGC) atau Female genital mutilation (FGM), sedangkan menurut WHO, mendefinisikan FGM mencakup seluruh prosedur yang menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genitaia eksterna atau melukai pada organ-organ kelamin karean alasan-alasan non-medis.[15]

Dalam pandangan medis, menurut prof. DR. Muhammad Hasan al-hany dan prof DR. Shadiq Muhammad (ahli penyakit kulit pada fakultas kedokteran Al-Azhar mesir). Khitan bagi wanita untuk menjaga dan memelihara kemuliaan serta kehormatan mereka. Akan tetapi dalam pelaksanannya tidak dilakukan secara berlebihan, yakni hanya memotong sedikit kulit colum, atau selaput colum yang menutupi klitoris agar dapat memperoleh kepuasan dalam hubungan seksual tersebut.[16]

Pandangan medis terkait khitan wanita ialah dilakukan dengan memotong ujung kulit kiltoris dibagian atas organ kelamin wanita, tepat diatas jalan masuk zakar. Bentuknya mirip jengger ayam. Bila kulit ini dipotong habis dalam proses khitan yang salah, atau sebagaian besar dipotong, akan mempengaruhi kepuasan wanita saat hubungan intim dengan suaminya. Akhirnya, wanita yang enggan berhubungan intim dan akan memicu munculkannya kesalah pahaman dari suaminya.[17]

Ketika Negara lain mulai menghapus praktik khitan perempuan, seperti yang dilakukan oleh sejumlah Negara islam seperti Turki, Pakistan, serta Mesir. Akan tetapi Indonesia justru mempertahankannya bahkan melegalkan khitan perempuan melalui peraturan mentri kesehatan (permenkes) NO. 1636 tahun 2010 yang mengijinkan petugas kesehatan melakukan khitan perempuan dan mengaturnya secara detail tarlaksana khitan perempuan, sekalipun memeberi otoritas kepada pekerja medis.[18]

Khitan wanita memiliki beberapa manfaat hikmah seperti menstabilkan syahwat dan lebih memuaskan pasangan, disamping juga kemungkinkan manfaat-manfaat lain ditinjau dari sisi medis. Khitan bagi wanita tidak sama sekali berbahaya ditinjau dari sisi medis. Tedapat permenkes dan fatwa MUI yang mendukung dan melegalkan praktik khitan wanita di Indonesia dengan syarat-syarat tertentu. Maka kitan wanita harus dilakukan oleh tenaga medis ahli dan berpengalamn dengan menggunakan alat-alat medis yang setril, dan dianjurkan dilakukan oleh petugas kesehatan wanita.[19]

d. Khitan dalam tinjauan segi psikologi

Secara psikologis, khitan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan sensivitas jaringan di derah genital, terutam klistoris, guna mengurangi gairah seks perempuan, menjaga keperawanannya sebelum menikah dan agar setia dalam pernikahan.[20]

Bagi Nawal (sebutan bagi dukun) yang bodoh percaya bahwa penyunatan yang efektif memerlukan potongan yang dalam dengan sebuah silet untuk menjamin pemotongan klistoris. Yang sempurna agar tidak ada bagian organ sensitive seksual yang tersisa. Dengan demikian pendarahan yang banyak menjadi peristiwa yang biasa bahkan terkadang menyebabkan kematian. Para dukun khitan tidak memiliki pengetahuan sedikitpun tentang penyucian kuman sehingga terjadi peradangan sebagai akibat oprasi, maka fenomena tersebut akan menjadi tekanan psikologis sepanjang hidup dari prosedur kejam ini yang konsekuensinya meninggalkan bekas dalam kepribadian si anak perempuan sehingga ia menginjak usia remaja serta dewasa nanti.[21]

e. Khitan dalam tinjauan segi historis

Mengenai masalah khitan yang diyakini sebgai salah satu ajaran agama islam masih menimbulkan perdebatan di kalangan ulama, ilmuan, serta penelti. Mereka yang mengatakan bahwa khitan ialah ajaran islam, dan yang lainnya mengtakan bahwa khitan bukan ajaran islam. Khitan bahwasanya sebuah ajaran yang sudah ada dalam syariat Nabi Ibrahim, as. Dalam Kitab Mughni Al-Muhtaj dikatakan bahwa laki-laki pertama yang melakukan khitan ialah Nabi Ibrahim as.[22]

Mengenai masalah khitan yang diyakini sebagai bagian dari ajaran islam masih menimbulkan perdebatan di kalangan ulama, ilmuan dan peneliti. Mereka mengatakan bahwa khitan adalah ajaran islam, sedang yang lain mengatakan bahwa khitan bukan ajaran islam. Pada kebenarannya bahwa khitan ilah ajaran yang sudah ada dalam syariat nabi Ibrahim as. Beliaulah orang yang pertama melakukan khitan kemudian menghitan anaknya nabi Ishaq AS pada hari ketujuh setelah kelahirannya dan menghitan Nabi Ismail as pada saat aqil baligh. Maka tradisi khitan ini diteruskan sampai pada masa kelahiran Arab pra islam saat kelahiran Nabi Muhammad SAW.  Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai khitan Nabi Muhammad SAW diantaranya: 1) Jibril menghitan nabi Muhammad SAW saat membersihkan hatinya, 2) yang menghitan nabi Muhammad SAW ialah kakenya yakni Abd Al-Muttalib.[23]

Dalam sejarah islam, khitan sudah dikenal sejak zaman nabi Ibrahim as. Sebagaimana di sebutkan dalm hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurailah, oleh Imam Bukhari, Muslim, Baihaqi serta Imam Ahmad, bahwa Nabi SAW bersabda, “Ibrahim Khalil ar-rahman berkhitan setelah berumur 80 tahun dengan menggunakan kampak”.

Ajaran berkhitan dicontohkan oleh Nabi Ibrahim tersebut di ikuti oleh para Nabi dan Rasul sesudahnya. Mereka juga mengajarkan hal itu kepada umatnya masing-masing. Pada masa islam, khitan di lakukan oleh nabi Muhammad SAW terhadap kedua cucunya, yaitu Hasan Bin Ali Bin Abi Thalaib dan Husen Bin Ali Bin Abi Thalib, pada saat masing-masing berusia tujuh hari. Sementara itu menurut hadits yang diriwayatkan oleh Annas Bin Malik dan Ibnu Bar, bahwa rasulullah SAW telah berkhitan sejak dilahirkan.[24]

Khitan/sunat merupakan sebuah tradisi yang sudah ada dalam sejarah tradisi itu sudah di kenal oleh penduduk kuno Meksiko, demikian juga oleh suku-suku benua Afrika, sejarah menyebutkan, tradisi khitan sudah berlaku dikalangan bangsa Mesir Kuno. Tujuannya ialah sebagai langkah untuk memelihara kesehatan dari baksil-baksil yang dapat menyerang alat kelamin, karena adanya kulup yang bisa dihilangkan kotorannya dengan khitan.[25]

f. Khitan dalam tinjauan segi fenomenologi

Kasus di Indonesia praktik sunat menyunat telah dilaksanakan sejak berabad-abad yang lalu. Baik terhadap laki-laki maupun perempuan, akan tetapi akibat sunat laki-laki dan perempuan sangat berbeda, pada anak laki-laki jelas harus dikerjakan dan dengan melaksanakan sunat tesebut terbukti manfaatnya, yaitu menghindari berbagi penyakit. Sedangkan sunat pada perempun tidak jelas tentang apa yang harus dikerjakan sehingga mulai mengundang berbagai interprestasi mulai dari tindakan yang radikal  sampai tindakan yang hanya simbolis.[26]

Permasalahan atau kontrofersi mengenai adanya khitan wanita memang menimbulkan adanya berbagai pendapat yang muncul dari berbagai tokoh agama dan menjadi topic yang hangat untuk diperbincangkan, akan tetapi perbedaan yang paling mencuat ialah antara pemahaman dari dunia medis dan hukum islam. Sedangkan menurut data BMJ, selama 6 bulan terakhir tahun ini tercatat sebanyak 1.700 perempuan yang melakukan sunat. Kontofesrsi sunat atau khitan  pada perempuan mencuat setelah dicabutnya peratuaran mentri kesehatan tahun 2010 yang mengatur khitan perempuan bebrapa waktu lalu. Serta lebih dari 125 juta anak perempuan dan wanita pernah disunat melalui mutilasi, menurut badan dan anak PBB, UNICEF, paraktik sunat dengan mutilasi ini dilakukan di sejumlah Negara Afrika, Timur Tengah serta Asia dengan anggapan peraktik ini dapat melindungi keperawanan perempuan.[27]

2. Poligami

a. Pengertian poligami

Istilah poligami dalam bahasa arab disebut dengan ta’adud az-zawajt yang memiliki arti istri lebih dari satu, berapapun jumlahnya. Sedangkan dalam KBBI polgami di definisikan sebagai sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini  bebrapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.[28]

Istilah poligami juga asal kata dari yunani yaitu poli atau polus, yang memiliki arti banyak, dan gamein atau gamaos meiliki arti perkawianan.[29] Sedangkan dalam bahasa inggris poligami yang berarti sesorang yang memiliki pasangan lebih dari satu, baik laki-laki atau perempuan.  Sedangkan poligami dalam pengertian masyarakat umum ialah poligami merupakan seorang laki-laki yang menikah lebih dari satu wanita.[30]

Poligami ialah salah satu usaha untuk membimbing wanita, untuk meningkatakan dari suasana kehidupan diliputi oleh kegelisahan, kehinaan, dan terlantar, menuju kehidupan keluarga yang mulia, dan keibuan yang mulia,  sehingga wanita merasa kebahagiaan, kesucian dan kemuliaan di bawah naungannya. Poligami juga merupakan salah satu penerapan dari kebebasan wanita, dan terlakasananya apa yang di kehendaknya, karena sebenarnya laki-laki itu tidak berpoligami tanpa kemauan wanita.[31]

Poligami dalam persepektif umum di hususkan untuk menyebutkan laki-laki yang kawin dengan lebih dari satu wanita. Adapun wanita yang menikah lebih dari satu laki-laki disebut poliandri. Dalam pandangan umum juga poligami dan poliandri disebu juga poligini. Namun dalam perkembangan jaman poligini lebih diarahkan pada poliandri.[32]

Maka dapat diambil kesimpulan dari pendapat-pendapat diatas ialah, poligami adalah sistem pernikahan yang membolehkan seorang laki-laki yang memiliki lebih dari satu (maksimal empat) dengan syarat mampu berlaku adil kepada semua istri dan anak-anaknya.

b. Dalil umum tentang poligami

Para ulama sepakat bahwa poligami hingga batas maksimal 4 istri adalah perkara yang disyariatkan di dalam islam. Dalam al-mausu’ah al-fiqhiyah al-kuatiyyah. Di sebutkan:

Poligami hingga batas maksimal 4 istri adalah perkara yang disyariatkan dan disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an.[33]

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum dan ketentuan poligami, ada ulama yang sepakat atau menyetujui poligami dengan syarat yang longgar dan ada juga syarat yang ketat. Bahkan ada juga para ulama yang melarang poligami. Kecuali sang suami  mengalami keadaan-keadaan tertentu yang memaksanya berpoligami.[34]

c. Poligami dalam tinjauan segi psikologi

1). Dampak negatif

Dalam hal poligami ini harus di pertimbangkan dalam dimensi psikologis, yakni dimana dimensi ini sangat urgen karena berkaitan langsung dengan sabjek dan objek poligami, khususnya terhadap obyek. Secara psikologis berdasarkan teori natifistik manusia memiliki enam sifat dasar sejak lahir, diantaranya: cinta gembira, keinginan, benci, sedih dan kagum yang kemudian menjadikan setiap manusia menginginkan kehidupan  yang tenang, damai serta penuh dengan kegembiraan dan limpahan kasih sayang.[35]

Oleh sebab itu, dalam hal poligami sangat penting memperhatikan aspek psikologis seseorang, hususnya istri pertama dan seterusnya, jika hanya ada rasa cemburu saja dan sakit hati, maka pada dasarnya perkawinan ini bentuk kezaliman  dalam hubungan rumah tangga. Maka hal ini berdampak tidak baik pada istri, suami dan madu istri, serta pada anak-anak, cucu, keluarga bahkan anak sekitar. Dengan demikian akan terjadi degragasi moral yang meyebabkan manusia berfikir kapitalis yangberujung pada kahancuran dunia dan akhirat.[36]

a) Bagi istri

Berbeda halnya jika seorang suami melakukan poligami dalam rumah tangganya otomatis berubah dibandingkan saat monogami.  Fitri yulianti berusaha mengungkap isi hati setiap istri yang di poligami suaminya. Yang hasil jawabannya cukup mengharukan dari beberpa orang istri yang di poligami. Yang mengatakan bahwa istri yang dipoligami merasa hidup bahagia dan tentram, setelah dipoligami dan menginjak lima tahun, suami sangat berubah, hal tersebut menyebabkan sang istri merasa bahwa yang ada hanya rasa cemburu yang berlebihan, keresahan, kesedihan dan merasa diterlantarkan.[37]

Secara ideal kerealaan atau segi keikhlasan pihak-pihak yang dirugikan tidak hanya ditunjukan oleh pernyataan verbal atau tertulis, melainkan juga ekspresi-ekspresi dan situasi-situasi psikologis yang menyertainya. Persetujuan dan kerelaan tersebut seharusnya tidak di sampaikan oleh perempuan dalam kondisi psikologis yang terbujuk, tertekan, dan tak berdaya, melainkan dengan kerelaan yang tak disadari.[38]

b) Bagi anak

Secara umum hasil penelitian Al-Karnewi menunjukan bahwa persaingan dan kecemburuan yang terjadi diantara para istri dalam keluarga poligami akan mengakibatkan masalah emosional yang berat bagi para anak-anaknya. Anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua selalu merasa tidak aman. Merasa kehilangan tempat berlindung  dan tempat berpijak, untuk selanjutnya dikemudian hari mereka akan mengembangkan reaksi kompenstoris dalam bentuk dendam dan sikap bermusuh terhadap dunia luar, semua bentuk ketegangan batin dan konflik family itu akan mengakibatkan bentuk ketidak seimbangan kehidupan psikis anak. Cemara dan dkk,   mengutarakan bahwa anggota dari keluarga poligami memliki kecenderungan untuk cemburu, konflik, ketegangan, stress emosianal, ketidak amanan, dan kecemasan.[39]

Poligami bisa mendatangkan pengaruh buruk bagi perkembangan anak dan masa depannya. Dampak negative sudah dapat diperkirakan yaitu anak tidak betah dirumah. Munculnya kekcewaan psikologis yang dimunculkan yang biasnya akan berpengaruh terhadap kondidi fisiknya, kegelisahan yang terus menerus, suka menyendiri, mudah putus asa, hilangnya tokoh idola, kehilangan kepercayaan diri, berkembangnya sikap agresif dan permusuhan serat bentuk-bentuk lainnya. Kedaan itu akan semakin dipengaruhi apabila anak masuk kedalam lingkungan yang tidak baik, bisa saja dalam melupakan segala kesalahan yaitu dengan memilih memakai obat-obatan, anak sangat membutuhkan kasih sayang dan pengertian dari orang tuanya, terutama dalam hal keadilan dengan sudara-saudaranya.[40]

c) Bagi keluarga

Poligami yang tidak mempunyai tujuan dan konsep yang baik akan membawa penderitaan terhadap anggota keluarga, seperti perlakuan kekerasan fisik yang dilakukan suami terhadap istri ataupun anak dan juga kekerasan ekonomi seperti penelantaran anak yang nantinya berakibat pada kondisi psikologis istri dan juga psikologis anak.[41]

 

2) Dampak positif

Terdapat hikmah atau dampak di izinkannya poligami (dalam kedaan darurat dengan syarat berlaku adil) yaitu:

  1. Untuk mendapatak keturunan bagi suami yang subur dan istri yang mandul.
  2. Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, seklaipun istri tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai istri, atau mendapatkan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
  3. Untuk menyelamatkan suami yang hipersex dari perbutaan zina.[42]

 

d. Poligami dalam tinjauan segi historis

Sebelum adanya ajaran islam, masyarakat arab sebenarnya sudah mengenal dan memperaktikan poligami, dan tidak sedikit diantara mereka yang memiliki istri lebih dari satu. Ada yang memiliki lima orang istri, delapan orag istri, bahkan ada juga yang memiliki istri lebih dari itu. Sedangkan dalam Tirmidzi, di riwayatkan bahwa seseorang sahabat bernam Ghalin Bin Salman Ats-Tsaqifi memiliki sepuluh istri, namun, Nabi Muhammad SAW. Memerintahkan untuk memiliki empat orang istri dari kesepuluh istrinya. Dan menceraikan keenam istrinya yang lain. Dengan demikian, jauh sebelum Nabi Muhammad SAW. Menerima wahyu tentang  batas-batas memiliki istri, masyarakat arab sudah banyak memperaktikan poligami, bahkan para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW  juga memiliki banyak istri lebih dari satu.[43]

Selama sekitar 1300 tahun ulama tidak pernah berbeda pendapat terhadap hukum poligami, hingga abad ke-18 M (ke -13 H) tidak ada pro kontra mengenai bolehnya poligami, karean semua ulama sepakat bahwa poligami itu mubah (boleh).[44]

Dari sudut pandang historisnya pro-kontra poligami ialah bagian dari perang pemikiran (al-gahzaul fikri) antar kaum imperiaris barat yang Kristen dan berideologi kapitalisme-skular di suatu sisi, dengan kaum muslim yang meyakini islam sebagai ideology disisi lain, sayangnya perang pemikiran itu dimenangkan oleh  imperialis barat yang kafir. Dengan dukungan kaum intelektual dan riberal dan para penguasa skuler.[45]

e. Poligami dalam tinjauan segi fenomenologi

Isu pengertian poligami ialah salah satu contoh kasus, jika kita menilai poligami (sebagai suatu praktik yang sudah lazim terjadi pada suku-suku tertentu, masyarakat nomaden atau pratiarkal dimasa lalu yang masih terbatas dari peradaban borjuis dan kompleks masyarakat perkotaan dan keluarga-keluarga monogamis) dengan menggunakan ukuran modern dan sudut pandang masyarakat eropa yang konon beradab. Sehingga sudah barang tentu kita akan menolak dan mengutuk nya. Metodologi analisis seperti itu (penilaian atau pemaksaan nilai-nilai modern terhadap praktik yang berlangsung dimasa lalu) sampai batasan tertentu di pakai propaganda dan sesnsasional yang pasti akan merusak ilmu pengeahuan penelitian, dan menggelapkan pandangan para peneliti dan ketajaman dan akurasi. Pada saranya di masa lalu itu tak hanya praktik poligami bahkan perkawinan itu sendiri perlakuan dalam konteks yang berbeda dengan masa kini, serta jarang dianggap pengungkapan hasrat dan cita. perkawinan ini di masa lalu lebih sering dianggap sebagai bentuk  “ritual sosial” untuk menjadi suatu hubungan atau ikatan.[46]

Terdapat dua pandangan teori fenomenologi Alfred sechuz, yaitu motif masa lalu (because motive), serta motif masa datang (in order to motive). Motif masa lalu (because motive) pada pasangan suami istri melakukan poligami ini yaitu rasa kasihan, rasa kecewa, kasih sayang, ekonomi, serta merasa direndahkan. Sedangkan untuk motif masa datang (in order to motive) yaitu tetap akur dan utuh bersilaturahmi dengan baik, dan ada juga yang ingin berpisah.[47]

Dalam penelitian Tri Haryadi, melalui pendekatan fenomenologi yang dilakukan pada sebuah keluarga poligami dengan judul “pengalaman suami dan para istri pada perkawinan poligami”, yang dikutip oleh Ema khotimah dalam karyanya, menunjukan bahwa pada perkawinan poligami ini memunculkan perasaan-perasaan negatif. Hal ini bukan hanya muncul pada isti pertama dan istri kedua, tetapi juga pada suami. Yang dimaknai yang mereka alami sebagai dari takdir tuhan yang telah dituliskan.[48]

Dalam karya-karya Habiburahman bersandar pada banyak buku ajaran islam dan tampak berusaha memahami serta memaknainya dengan kritis, poligami sebagai suatu yang ditolak oleh banyak aktifis feminis, ditampilkan oleh Habiburahman dalam sebuah konflik yang sangat complited, sehingga dalam kasus seperti itu , poligami menjadi suatu hal yang “sahih”. Nampaknya namun dalam kisah-kisah Habiburrahman, ada hal yang menggugat yang selama ini dikatakan sebagai “citra” perempuan.[49]

D. Simpulan

Maka dapat di simpulkan dari riset terkait hadits khitan dan poligami tinjauan medis, psikologi, historis dan fenomenologi yang dikaji melalui buku-buku yang berkaitan dengan khitan dan poligami maka hasil simpulannya ialah khitan bagi seorang perempuan bukan asli perintah agama, baik dari Al-Qur’an maupun hadis yang sahih. Maka dengan hal itu khitan perempuan tidak diwajibkan  atau harus dilakukan dan tak dianjurkan dalam agama islam. Khitan perempuan merupak sebuah tradisi di masyarakat dari berbagai Negara terutam di Indonesia, meskipun Nabi Muhamad SAW membiarkan bukan hal apaun hanya semata untuk ijtihad bukan wahyu dan bukan pula perintah agama, sesuai dengan perkembangan zaman dan banyaknya kasus khitan maka boleh dilakukan atau tidaknya.

Dalam ajaran islam, hanya pria yang diperbolehkan melakukan poligami, akan tetapi pria yang melakukan poligami harus melaksanakan syariat-syariat yang harus dipenuhi, seperi mampu bersikap tegas, tidak lain melakukan ibadah, serta mampu menjaga kehormatan istri bukan saja menuruti hawa nafsu ingin punya istri banyak.  Sebab akibat dari poligami sendiri banyak mengandung maslahat bagi keluarga, istri, dan anak-anak yang di kaji dari segi psikologis, medis, histori dan fenomenologinya.

E. Referensi

Abiding, Ahmad Zainal & Renita Dwi Suryati. All About Syrcumcition “Dasar Sirkumisi & Komunikasi Teraputik Baik Tenaga Kesehatan”. Jakarta: Guepedia, 2020.

Al-Azizi, Abdul Syukur. Buku Lengkap Fikih Wanita. Yogyakart: DIVA Press, 2015.

Asmayani, Nurul. Perempuan Bertanya, Fikih Menjawab. Jakata: PT Gramedia, 2017.

Alamsyah, “Memahami Hadits Nabi Tentang Khitan Perempuan Dari Persepektif Historis-Fenomenologi” Jurnal Ijtimaiyyah, Vol.7, No. 1, (Febuari, 2014).

Ansory, Insan. Silsilah Tafsir Ahkam: QS. An-Nisa: 3 (Poligami). Jakarta: Pustaka Setia, 2020.

Aizid, Rezem. Fiqih Keluarga Terlengkap. Yogyakarta: Laksana, 2018.

Dozan, Wely. “Fakta Poligami Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan: Kajian Lintas Tafsir Dan Isu Gender”, Jurnal Marwah, Vol.19, No. 2, (2020).

El-Fikri, Syahrudin. Sejarah Ibadah.Jakarta: Rebulika Penerbit, 2014.

Fitriyah, ST. Anis Nur. Dampak Poligami Satu Atap terhadap Psikologis Anak, Studi Kasus Di Desa Sonerjo Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011.

Hermanto, Agus. Problematika Hukum Keluarga Islam Indonesia. Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi, 2021.

Jurjawi, Syaikh Ali Ahmad. Indahnya Syariat Islam: Mengungkkap Rahasia Dan Hikmah Dibalik Perintah Dan Larangan Dalam Al-Quran Dan Sunnah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013.

Khotimah, Ema. “Praktik Pernikahan Poligami Pada Istri Ulama: Tinjauan Fenomenologis”, Jurnal Unsiba, Vol. 1, No. 1, (2010).

Mutakabbir, Abdul. Reinterprestasi Poligami Menyikap Makna, Syarat Hingga Hikmah Poligmai Dalam Al-Qur’an. Sleman: Deepbublish, 2019.

Maisarah, Masayu Mashita. “Polemik Khitan Peremuan: Tinjauan Dari Berbagai Aspek”. Jurnal Al-Huda, Vol. 7, No. 1 (2015).

M, Ardika. Majalah Kesehatan Muslim; Lebih Dekat Dengan Khitan. (Yogyakarta: Pustaka Muslim, 2021.

Mahasiswa Pendidikan Sejarah Angkatan 2016 Univesitas Sanata Darma, Catatan Pinggir Mosaic Afrika (Tanggapan Terhadap Kumpulan Tulisan Mosaic Afrika). Sukabumi: CV Jejak, 2020.

Marselina, Riska. “Phenomenology Of Polygamy Family Communication In Pekanbaru”, Jurnal Jom FISIP, Vol. 3, No.1 (Febuari, 2016).

Muhammad, Husein. Poligami. Yogyakarta: Ircisod, 2020.

Nailiya, Iffah Qanita. Poligami, Berkah Ataukah Musibah?. Yogyakarta: DIVA Press, 2016.

Rochmatillah, Lilik. Tesis Khitan Wanita Persepektif Islam Dan Medis. Jombang: Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, 2015.

Rahman, Norhayati Ab. & Free Hearty, Kajian Perempuan Malaysia-Indonesia Dalam Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonsia, 2016.

Rasjidi, Imam. Panduan Kehamilan Muslim. Jakarta: PT Mizan Publika, 2014.

Sudirman.  Fiqih Konteporer (Contemporary Studies Of Fiqh). Sleman: Deepblish, 2018.

Siraj, Fuad Mahbub. “Nawal Al-Sa’adawi Dalam Perempuan Dan Seks, Persoalan Khitan Bagi Perempuan Ditinjau Dari Kesehatan Dan Islam”. Jurnal Universitas Paramadina, Vol.11, No. 2, (Agustus, 2014).

Suparto, Heri Dan Nanang Suparto Agung Widodo. Monograf: Pelepasan Alat Sunaat Supering Dengan Pemberian Aloe Vera Gel Dan Berendam Air Hangat, (Kediri: Lembaga Chakra Brahmanda Lentera, 2022.

Sulistiani, Siska Lis. Hukum Perdata Islam (Penerapan Hukum Keluarga Dan Hukum Bisnis Islam Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2018.

Sajadi, Dahrun. “Poligami Dalam Tinjauan Historis, Politis Dan Normatif”, Jurnal Al-Risalah, Vol. 10, No, 2. (2019).

Syariati, Ali. Mengapa Nabi SAW Berpoligami. Jakarta: Misbah, 2004.

Simanjuntak, Bungaran Sntonius.  Harmonius Family. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013.

Suryani, Ni Gusti Ayu Putu. Kajian Tindakan Poligami Dari Persepektif Agama (Hindu. Kristen Prostestan, Dan Islami) Serta Persepektip Psikologi. Denpasar: Univrsitas Udayana, 2016.

Thawilah, Abdus Salam & Abdul Wahab. Adab Berpakaian Dan Berhias. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014.

Usmani, Ahmad Rofi’. Jejak-Jejak Islam. Yogyakarta: Bunan, 2015.

 

[1]Sudirman,  Fiqih Konteporer (Contemporary Studies Of Fiqh), (Sleman: Deepblish, 2018),  1.

[2] Ahmad Zainal Abiding & Renita Dwi Suryati, All About Syrcumcition “Dasar Sirkumisi & Komunikasi Teraputik Baik Tenaga Kesehatan”, (Jakarta: Guepedia, 2020), 7.

[3] Agus Hermanto, Problematika Hukum Keluarga Islam Indonesia, (Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi, 2021), 170.

[4]Abdul Mutakabbir, Reinterprestasi Poligami Menyikap Makna, Syarat Hingga Hikmah Poligmai Dalam Al-Qur’an. (Sleman: Deepbublish, 2019),  3.

[5] Abdul Mutakabbir, Reinterprestasi Poligami Menyikap Makna, Syarat Hingga Hikmah Poligmai Dalam Al-Qur’an. 9.

[6] Wely Dozan, “Fakta Poligami Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan: Kajian Lintas Tafsir Dan Isu Gender”, Jurnal Marwah, Vol.19, No. 2, (2020), 131.

[7] Masayu Maashita Maisarah, “Polemik Khitan Peremuan: Tinjauan Dari Berbagai Aspek”. Jurnal Al-Huda, Vol. 7, No. 1 (2015).

[8] Abdul Mutakabbir, Reinterprestasi Poligami Menyikap Makna, Syarat Hingga Hikmah Poligmai Dalam Al-Qur’an. 10.

[9] Sudirman, Fiqih Konteporer (Contemporary Studies Of Fiqh), 17.

[10] Abdus Salam Thawilah & Abdul Wahab, Adab Berpakaian Dan Berhias, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014), 296.

[11]Ahmad Rofi’ Usmani, Jejak-Jejak Islam, (Yogyakarta: Bunan, 2015), 204.

[12] Alamsyah, “Memahami Hadits Nabi Tentang Khitan Perempuan Dari Persepektif Historis-Fenomenologi” Jurnal Ijtimaiyyah, Vol.7, No. 1, (Febuari, 2014), 122-123.

[13] Imam Rasjidi, Panduan Kehamilan Muslim, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2014), 207.

[14] Ardika, M, Majalah Kesehatan Muslim; Lebih Dekat Dengan Khitan, (Yogyakarta: Pustaka Muslim, 2021), 23.

[15] Ardika, M, Majalah Kesehatan Muslim; Lebih Dekat Dengan Khitan. 24.

[16] Abdul Syukur Al-Azizi, Buku Lengkap Fikih Wanita, (Yogyakart: DIVA Press, 2015), 393.

[17] Nurul Asmayani, Perempuan Bertanya, Fikih Menjawab, (Jakata: PT Gramedia, 2017), 81.

[18] Mahasiswa Pendidikan Sejarah Angkatan 2016 Univesitas Sanata Darma, Catatan Pinggir Mosaic Afrika (Tanggapan Terhadap Kumpulan Tulisan Mosaic Afrika), (Sukabumi: CV Jejak, 2020), 82.

[19] Ardika, M, Majalah Kesehatan Muslim; Lebih Dekat Dengan Khitan. 27.

[20] Fuad Mahbub Siraj, “Nawal Al-Sa’adawi Dalam Perempuan Dan Seks, Persoalan Khitan Bagi Perempuan Ditinjau Dari Kesehatan Dan Islam”. Jurnal Universitas Paramadina, Vol.11, No. 2, (Agustus, 2014), 1042.

[21] Fuad Mahbub Siraj, “Nawal Al-Sa’adawi Daam Perempuan Dan Seks, Persoalan Khitan Bagi Perempuan Ditinjau Dari Kesehatan Dan Islam”. Jurnal Universitas Paramadina, Vol.11, No. 2, (Agustus, 2014), 1035.

[22] Sudirman, Fiqih Konteporer (Contemporary Studies Of Fiqh), (Sleman: Deepblish, 2018), 17.

[23] Heri Suparto Dan Nanang Suparto Agung Widodo, Monograf: Pelepasan Alat Sunaat Supering Dengan Pemberian Aloe Vera Gel Dan Berendam Air Hangat, (Kediri: Lembaga Chakra Brahmanda Lentera, 2022), 6.

[24] Syahrudin El-Fikri, Sejarah Ibadah, (Jakarta: Rebulika Penerbit, 2014), 147.

[25]Syaikh Ali Ahmad Jurjawi, Indahnya Syariat Islam: Mengungkkap Rahasia Dan Hikmah Dibalik Perintah Dan Larangan Dalam Al-Quran Dan Sunnah.(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), 8.’

[26] Fuad Mahbub Siraj, “Nawal Al-Sa’adawi Daam Perempuan Dan Seks, Persoalan Khitan Bagi Perempuan Ditinjau Dari Kesehatab Dan Islam”. Jurnal Universitas Paramadina, Vol.11, No. 2, (Agustus, 2014), 1043.

[27] Lilik Rochmatillah, Tesis Khitan Wanita Persepektif Islam Dan Medis. (Jombang: Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, 2015), 29-30.

[28] Insan Ansory, Silsilah Tafsir Ahkam: QS. An-Nisa: 3 (Poligami), (Jakarta: Pustaka Setia, 2020), 12.

[29] Iffah Qanita Nailiya, Poligami, Berkah Ataukah Musibah?, (Yogyakarta: DIVA Press, 2016), 15

[30] Abdul Mutakabbir, Reinterprestasi Poligami Menyikap Makna, Syariat Hingga Hikmah Poligami Dalam Al-Qur’an. (Sleman: Deepublish, 2012), 19-20.

[31] Bungaran Sntonius Simanjuntak, Harmonius Family, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013), 166.

[32] Rezem Aizid, Fiqih Keluarga Terlengkap, (Yogyakarta: Laksana, 2018), 422.

[33] Insan Ansory, Silsilah Tafsir Ahkam : QS. An-Nisa: 3 (Poligami), (Jakarta: Pustaka Setia, 2020), 13.

[34] Iffah Qanita Nailiya, Poligami, Berkah Ataukah Musibah?, (16

[35] Abdul Mutakabbir, Reinterprestasi Poligami (Menyikapi Makna, Syarat Hingga Hikmah Poligami Dalam Al-Quran). 12.

[36] Abdul Mutakabbir, Reinterprestasi Poligami (Menyikapi Makna, Syarat Hingga Hikmah Poligami Dalam Al-Quran). 13.

[37]Abdul Mutakabbir, Reinterprestasi Poligami (Menyikapi Makna, Syarat Hingga Hikmah Poligami Dalam Al-Quran). 12- 13.

[38] Husein Muhammad, Poligami, (Yogyakarta: Ircisod, 2020), 36.

[39] Ni Gusti Ayu Putu Suryani, Kajian Tindakan Poligami Dari Persepektif Agama (Hindu. Kristen Prostestan, Dan Islami) Serta Persepektip Psikologi, (Denpasar: Univrsitas Udayana, 2016), 11.

[40] ST. Anis Nur  Fitriyah, Dampak Poligami Satu Atap terhadap Psikologis Anak, Studi Kasus Di Desa Sonerjo Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011), 65.

[41] ST. Anis Nur Fitriyah, Dampak Poligami Satu Atap terhadap Psikologis Anak, Studi Kasus Di Desa Sonerjo Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011), 64.

[42] Siska Lis Sulistiani, Hukum Perdata Islam (Penerapan Hukum Keluarga Dan Hukum Bisnis Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2018), 99.

[43] Iffah Qanita Nailiya, Poligami, Berkah Ataukah Musibah?. 17.

[44]Dahrun Sajadi, “Poligami Dalam Tinjauan Historis, Politis Dan Normatif”, Jurnal Al-Risalah, Vol. 10, No, 2. (2019), 147.

[45] Dahrun Sajadi, “Poligami Dalam Tinjauan Historis, Politis Dan Normatif”, Jurnal Al-Risalah, Vol. 10, No, 2. (2019), 150.

[46] Ali Syariati, Mengapa Nabi SAW Berpoligami, (Jakarta: Misbah, 2004), 69-70.

[47] Riska Marselina, “Phenomenology Of Polygamy Family Communication In Pekanbaru”, Jurnal Jom FISIP, Vol. 3, No.1 (Febuari, 2016), 11-12.

[48] Ema Khotimah, “Praktik Pernikahan Poligami Pada Istri Ulama: Tinjauan Fenomenologis”, Jurnal Unsiba, Vol. 1, No. 1, (2010), 98.

[49] Norhayati Ab. Rahman & Free Hearty, Kajian Perempuan Malaysia-Indonesia Dalam Sastra, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonsia, 2016), 337.

Share:

Artikel Terkait

Tasawwuf dan Bimbingan Konseling Islam
Tasawwuf dan Bimbingan Konseling Islam
Tasawwuf dan Bimbingan Konseling Islam   Beberapa tahun terakhir, penulis yang juga dosen pada program...
Integrasi Kurikulum Islami dengan Kebutuhan Global dalam Membangun Generasi Islami yang Kompetitif
Integrasi Kurikulum Islami dengan Kebutuhan Global dalam Membangun Generasi Islami yang Kompetitif
Oleh : Ahmad Fitriyadi Sari   A. Pendahuluan Pendidikan Islam memiliki peran strategis dalam membentuk...
Budaya kerja yang baik menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas
Budaya kerja yang baik menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas
Budaya kerja yang baik merupakan salah satu faktor utama dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM)...
Menumbuhkan Etika, Adab, dan Akhlak Islami dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi
Menumbuhkan Etika, Adab, dan Akhlak Islami dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi
Oleh: Ahmad Fitriyadi Sari A. Abstrak Globalisasi menghadirkan kemudahan akses informasi dan interaksi...
Mindset Berpikir Positif sebagai Fondasi Sukses dan Kebahagiaan
Mindset Berpikir Positif sebagai Fondasi Sukses dan Kebahagiaan
Dalam kehidupan sehari-hari, cara kita berpikir mempengaruhi bagaimana kita merespons tantangan dan peluang....
Strategi Manajemen Pendidikan Inklusif di Daerah Terpencil
Strategi Manajemen Pendidikan Inklusif di Daerah Terpencil
Pendidikan inklusif, yang menekankan pada penyediaan akses pendidikan yang setara bagi semua siswa tanpa...
Niat: Kunci Sukses dalam Setiap Langkah
Niat: Kunci Sukses dalam Setiap Langkah
Oleh : Ahmad Fitriyadi Sari Niat adalah hal yang sangat mendasar, namun sering kali diabaikan. Dalam...
Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Keagamaan  Masyarakat Muslim Baduy
Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Keagamaan Masyarakat Muslim Baduy
Oleh: Dr. Dadan Sunandar, Lc., MA.   Abstrak Artikel ini mengeksplorasi nilai pendidikan Islam yang...
Urgensi Identitas pada Lembaga Pendidikan Islam
Urgensi Identitas pada Lembaga Pendidikan Islam
Oleh : Ahmad Fitriyadi Sari Pendidikan merupakan salah satu aspek paling penting dalam kehidupan manusia....
SYUBUHAT SEPUTAR AL-QUR’AN
SYUBUHAT SEPUTAR AL-QUR’AN
Oleh: Dr. Dadan Sunandar, Lc., M.A. dadansunandar68@gmail.com   Abstrak Penelitian ini bertujuan...

Berita Terbaru

Berita UKM Terbaru

x