Kreativitas yang diterbitkan dalam bentuk karikatur Nabi Muhammad Saw. oleh majalah Satir, Perancis, Charlie Hebdo pada Agustus lalu memancing reaksi umat Islam di seluruh penjuru Dunia. Fenomena ini dipicu oleh dukungan Presiden Perancis, Emmanuel Macron dengan dalih kebebasan dalam kreativitas.
Menggambarkan sosok figur pemimpin umat Islam, Muhammad Saw. dalam bentuk kartun sudah kesekian kalinya dilakukan. Hal ini pernah dilakukan The World Book Encyclopaedia jilid 16, halaman 215. Reproduksi lukisan Nabi yang lain pada abad ke-15 dan abad ke-16 dimuat dalam The New Encyclopaedia Britannica jilid 6, halaman 421 dan 549. Film amatir yang berjudul Innocence of Muslims berisi tentanng Nabi Muhammad Saw. yang digambarkan sebagai phedofil, homoseksual dan pembunuh, yang menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat luas, ada yang setuju dan tidak sedikit yang pula yang menentang, karena bertentanngan dengan aqidah ummat Islam dan Ijma’ Ulama yang melarang memvisualisasikan Nabi Muhammad Saw. dalam bentuk karikatur, gambar, lukisan, maupun film.
Pelarangan ini dikhawatirkan supaya tidak terjadi pengkultusan terhadap Nabi, praktik syrik (menyekutukkan Allah Swt) maupun sebaliknya, pelecehan terhadap Nabi sendiri. Islam melarang menggambarkan secara jelas wajah dan penampakan para Nabi dan rasul. Sebab, dikhawatirkann akan terjadi penyimpangan, seperti menyembah gambar atau lukisan tersebut sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyyah.
Bahkan mayoritas ulama sepakat, baik klasik maupun modern bahwa seni lukis yang mengarah pada penggambaran makhluk-makhluk hidup, baik manusia maupun binatang itu dilarang. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw. “Al humaidi menceritakan kepada kami, ia berkata, “al A’msy menceritakan kepada kami dari Muslim”, ia berkata kami pernah bersama masruq di Rumah Yasar bin Numair ketika ia (masruq) melihat beberapa lukisan di dinding rumah tersebut ia berkata: aku pernah mendengar Abdullah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling pedih siksaannya dari Allah pada hari kiamat kelak adalah para pelukis.” (H.R. Al Bukhari).
Adapun hukum larangan menggambarkan atau memvisualisasikan figur Rasulullah Saw. dalam kalangan intelektual muslim klasik maupun modern terfragmentsi, pertama sebagian ulama’ melarang keras melukis berupa patunng, gambar, karikatur dan photo. Hal ini akan menjadi perbuatan syirik dan kekufuran. Kedua, sebagian yang lain, membolehkan dalam melukis, karikatur, photo maupun patung, atas dasar tauhid (keyakinan) sudah melekat dalam jiwa umat Islam. Ketiga, memperbolehkan melukis, karikatur, photo dan patung pada benda-benda tertentu, seperti gunung dan alam. Dan keempat, mereka tidak membolehkan menggambar sesuatu yang bernyawa (ruh) dan membolehkan yang tidak bernyawa.
Sosok pribadi Rasulullah Saw. memang digambarkan dari berbagai perspektif riwayat hadis, seperti wajahnya bulat, rambutnya hitam sampai ujung telinga, alisnya tebal, diantara alisnya terdapat urat yang nampak, apabila matanya bulat sangat hitam posisi beliau dalam keadaan marah, hidungnya mancung, giginya rapih, ukuran badannya sedang tidak tinggi dan tidak pendek, dan jalannya tegap lurus. Kendati demikian, ijtihad para ulama’ tetap melarang dalam memvisualisasikan sosok Nabi Muhammad Saw.
Keyakinan umat Islam mengenai larangan dalam memvisualisasikan figur maupun wajah Nabi Muhammad Saw. seharusnya orang-orang Barat (al Istighrāb) atau Eropa lebih memahami/ menghargai dan toleran dalam hidup berdampingan dengan Islam, karena selama ini mereka selalu menggembar-gemborkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan pentingnya Demokrasi. Meminjam bahasa kebangkitan Eropa pada abad ke 15 seharusnya perdebatan ini harus segera bergulir dari masa lama ke masa yang baru, dari teosentrisme ke antroposentrisme, dari kekuasaan ke akal. Bukan malah sebaliknya, set back dengan terselip agenda politis-ideologis tak berkesudahan untuk kepentingn dalam menyudutkan dan menjarah keyakianan Islam.
Penulis : Yadi Mulyadi, S.Th.I., M.Ag.