Membentuk jiwa yang ber “Keadilan”
Oleh : Ahmad Himawan, S,Ag., M.Ag., M.M
Keadilan bukanlah milik semua orang , melainkan milik orang yang mencarinya “( filosof Amerika)
‘Adl vs Fujur
‘Adl junudul aqal , fujur junudul jahl
( keadilan merupakan pasukan aqal, dan fujur pasukan kejahiliyaaan)
Fitrah manusia adalah cinta dengan keadilan, dan benci dengan kedholiman, , ‘adl adalah keadaan tengah antara dua ekstreem ( ifraat) kekurangan dan tafriit ( kelebihan) , adil adalah sumber segala kebaikan.
Dalam kitab Junuduul ‘aqal wal jahl karya Imam al khumaini mengatakan Untuk mencapai keadilan itu harus terlebih dahulu menyeimbangkan 4 potensi yang terdapat dalam diri manusia. Potensi tersebut terdiri dari 2 yang berdimensi manusiawi dan 2 lagi bersifat hewani. Dua yang pertama yaitu Akal teoritis (kebijaksanaan) dan akal praktis ( aturan dan perbuatan yang berdasar ilmu pengetahuan), sedangkan dua yang lainnya yaitu ammarah dan sahwat ( yang sudah disucikan ) maka akan lahirlah keseimbangan. Keadilan akan mudah terjadi jika hal ini sudah seimbang.
Bagaimana cara mencapai keutamaan keadilan itu.
Setiap manusia ingin mencapai kesempurnaan. Termasuk keadilan, Keadilan berharap muncul dari diri sendiri terlebih dahulu karena ,” seorang yang tidak memiliki sesuatu tentu tidak akan bisa memberi kepada orang yang lain sesuatu itu”. Jadi keadilan itu harus berasal dari diri sendiri.baru bisa adil terhadap orang lain. Barang siapa tidak bisa mecapai keadilan diri sendiri maka dia akan mengalami kerugian yang besar, ibarat sebuah negara akan mengalami kerugian yang besar jika tidak ada keadilan didalamnya. Dan kerugian tersebut tidak bisa diperbaiki dengan mudah, apalagi di akherat nanti, selagi masih di dunia semua bisa diperbaiki disini, di dunia ini.
Menurut Khumaini bahwa masalah adil ini sangat bisa mudah di lakukan ( di didik) pada saat usia dini. Karena fitrah manusia pada saat masih muda masih bercahaya. Begitu juga halnya dengan pengetahuan.
Anak yang tidak di isi dengan kebaikan maka akan cepat di isi dengan keburukan, jika dibiarkan begitu saja ia akan mengalami kesengsaraan yang abadi. Sebagaimana membangun kebaikan dalam akhlaq sesorang. Keadilan itu juga adalah bagian dari akhlaq yang berasal dari jiwa yang bersih.
Menghidupi jiwa itu bermakna menghidupkan akhlaq mendidiknya dan lain lain, ayat yang mengatakan “menghidupkan satu jiwa seakan akan menghidupkan seluruh manusia nya ” begitu juga sebaliknya. Membunuh satu jiwa seolah olaha kita membunuh manusia seluruhnya. Dengan mendidik jiwa satu anak yang soleh sama saja akan mendidik sebagaian besar umat yang soleh. Kehilangan Pendidikan satu jiwa anak sama saja kehilangan Pendidikan satu ummat semua.
Cara tepat Medidik jiwa anak harus secara praktis, atau dengan contoh yaitu dengan amaliah, akhlaqiah dari orang tua dan gurunya.
Akhlak itu jika pada awalnya di paksa maka lama lama akan menjadi benar, contoh pura pura menangis saat membaca quran, lama kelamaan pada suatu saat nanti akan menangis sungguhan jika “kena” pada suatu pemaknaan yang dalam, menurut Khumaini juga, makanan yang kita bawa kerumah juga akan berpengaruh terhadap karakter yang akan terjadi di rumah kita, dan tentu juga akan menjadi karakter di tengah masyarakat. Bisa di bayangkan jika di tengah masyarakat merebak uatu system riba misalnya, atau berbuat dosa misalnya, dimana hasilnya akan dibawa kerumah masing masing, bagaimana kira kira karakter generasi masyarakat tadi?.
Maka dari itu Imam Khumaini berdoa kepada Allah untuk selalu medapat taufiq agar bisa membentuk rumah tangga yang menghasilkan rumah tangga yang mulia. Karena disinilah akan lahir juga masyarakat yang mulia. Karena masyarakat adalah kumpulan daripada rumah tangga ini.
Setelah Peran rumah tangga atau orang tua, baru peran madrasah dan guru ikut berpengaruh , dan tentu saja kesalehan seorang guru akan berpengaruh kepada murid / umat dan perilaku korupsi bagi seorang guru akan mempengaruhi kepada murid atau ummat. “Guru” disini bukan berarti hanya terbatas guru yang mengajari mata pelajaran di sekolah , melainkan definisi guru atau pendidik yang menurut para ahli pendidikan, sebab guru itu adalah hanya salah satu bagian dari banyaknya tukang didik. Kita diharapkan tidak hanya menyiapkan generasi yang professional akan tetapi juga harus yang benar benar menyiapkan manusia dengan akhlaq yang memiliki akhlaq yang mulia.
Anak muda bisa melakukan tazkiyah nafs (penyucian jiwa) sangat cepat, jika di di ibaratkan dengan pohon, maka, keburukan akan tumbuh sedikit demi sedikit dan akan sulit dicabut jika sdh besar dengan akar akarnya yang dalam, begitu juga dengan manusia. Satu pohon yang ditanam sekarang, bisa dicabut sekarang juga atau saat ini, tapi jika kita biarkan maka tidak akan mudah kita mencabutnya. Contoh perbuatan yang berbuat baik, atau jelek seperti hasud atau bakhil akan menjadi mudah jika diterapkan saat masih muda. Jika sifat sifat tersebut dibiarkan maka akan sulit di hilangkan kecuali dengan “riyaadha” ( Latihan Latihan ) dan “mujahadah ( perjuangan) “ yang begitu keras, dan bisa jadi tidak bisa diperbaiki sama sekali.
Wallahu’alam.
Article ini disampaikan pada mata kuliah Psikologi agama, thema “ menanamkan jiwa beragama pada anak usia dini.