Oleh: Dadan Sunandar, Lc., M.A.
Bertabarruk atau ngalap berkah kepada orang-orang saleh adalah suatu perkara yang mentradisi dilakukan oleh santri pesantren di berbagai juru Indonesia.
Praktik-praktik tabaruk yang dilakukan santri seperti mencium tangan kiai, abdi ndalem, membantu aktivitas kiai, membalik sandal, meminta doa dengan tujuan mendapatkan keberkahan, hingga yang lebih luas lagi yaitu meniru akhlak mulia para masyayikh agar mendapat berkah dari kiainya.
Santri melakukan tradisi tersebut adalah tak lain karena sejatinya praktik tabarukan yang dilakukan dikalangan santri terjadi karena kiai mempunyai ilmu yang lebih mulia di sisi Allah Swt. Selain itu santri juga termotivasi sebagai bentuk implementasi dari ilmu yang diajarkan kiai saat mengaji. Hal tersebut bukan berarti mengkultuskan kiai melainkan melaksanakan pesan yang bersumber dari Nabi.
Faktor lain yang menjadi kepercayaan para santri melakukan tradisi tabaruk didukung oleh beberapa hal seperti kisah para sahabat Rasul yang bertabaruk terhadap barang-barang Rasulullah saw. Tidak hanya itu, ulama terdahulu juga melakukan tradisi tabaruk seperti yang dilakukan oleh imam Syafi‟i yang bertabaruk dengan jubah Imam Ahmad.
Kisah lain dari tabaruk seperti kisah Nabi Yusuf yang menjadi penguasa di Mesir dan saudara saudara yang dahulu mendzalimi di beri ampun tanpa syarat oleh Allah SWT. Dalam firman-Nya
اِذْهَبُوْا بِقَمِيْصِيْ هٰذَا فَاَلْقُوْهُ عَلٰى وَجْهِ اَبِيْ يَأْتِ بَصِيْرًاۚ وَأْتُوْنِيْ بِاَهْلِكُمْ اَجْمَعِيْنَࣖ
Artinya: “Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat (kembali); dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku.”
Singkat cerita, Nabi Yusuf memerintahkan saudara-saudaranya agar mencampakkan baju kurungnya (gamis) ke muka ayahnya setibanya mereka di rumah dengan segera tanpa ditunda-tunda agar penglihatan ayahnya yaitu Nabi Ya’qub as. yang kabur akibat sering menangisi kepergian Nabi Yusuf segera sembuh. Sebab, Nabi Yusuf mengetahui bahwa mata ayahnya akan sembuh kembali setelah baju miliknya dicampakkan ke muka ayahnya berdasarkan wahyu Allah SWT.
Bertabarruk atau tabaruk merupakan kata yang diambil dari kata barakah yang artinya “bertambahnya kebaikan”.
Bertabarruk adalah sebentuk aktivitas untuk mencari berkah dari apa yang ditinggalkan oleh orang-orang saleh, baik berupa barang, makanan, minuman dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan dengan niatan semoga Allah menambah kebaikan bagi para penggunanya, agar ia mampu melakukan kebaikan sebagaimana yang dilakukan oleh orang saleh tersebut.
Tabarruk dapat dilakukan dengan cara; tabarruk terhadap Nabi SAW, tabarruk terhadap orang-orang saleh, tabarruk terhadap tempat, tabarruk terhadap waktu.
Hukum ngalap berkah orang saleh atau kyai adalah boleh tidak haram, karena para ulama atau orang-orang saleh adalah para pewaris Nabi. Rasulullah Saw bersabda:
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
“Ulama adalah pewaris para Nabi”. HR Abu Dawud
Dalil kebolehan bertabarruk diperkuat dan dijelaskan secara gamblang oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Sahihnya. Beliau menuliskan satu bab khusus tentang mencari berkah atas barang-barang peninggalan Rasulullah Saw., beliau mengatakan:
باب مَا ذُكِرَ مِنْ دِرْعِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم وَعَصَاهُ وَسَيْفِهِ وَقَدَحِهِ وَخَاتَمِهِ وَمَا اسْتَعْمَلَ الْخُلَفَاءُ بَعْدَهُ مِنْ ذَلِكَ مِمَّا لَمْ يُذْكَرْ قِسْمَتُهُ، وَمِنْ شَعَرِهِ وَنَعْلِهِ وَآنِيَتِهِ مِمَّا يَتَبَرَّكُ أَصْحَابُهُ وَغَيْرُهُمْ بَعْدَ وَفَاتِهِ
“Bab yang menyebutkan tentang baju perang, tongkat, pedang, bajana dan cincin Nabi Muhammad Saw dan barang-barang peninggalan yang tidak dibagikan Nabi Muhammad Saw tetapi digunakan para Khalifah setelah wafatnya beliau, seperti rambut, sendal dan tempat-tempat milik beliau. Di mana barang-barang tersebut digunakan untuk perantara mencari berkah dan tujuan tujuan positif lainnya setelah Nabi Muhammad Saw wafat”.
Terkadang tabarruk kerap disalahpahami oleh sebagian orang awam, ingat sejatinya yang mendatangkan maslahat dan menolak mafsadah hanyalah Allah SWT, inilah yang perlu diingat dan diperhatikan ketika melakukan praktik tabaruk.
Tabarruk juga merupakan salah satu bentuk praktik tawassul yang diperintahkan di dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 35
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابۡتَغُوۡۤا اِلَيۡهِ الۡوَسِيۡلَةَ وَجَاهِدُوۡا فِىۡ سَبِيۡلِهٖ لَعَلَّـكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah “jalan” untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah “berjuanglah” di jalan-Nya, agar kamu beruntung”.
Kata الوسيلة secara bahasa artinya perantara, jika ditinjau dalam ilmu usul fiqh termasuk kata العام “umum”, sehingga kata tersebut memiliki arti banyak; perantara dengan segala macamnya termasuk segala hal yang Allah jadikan sebagai sebab kedekatan kepada-Nya, juga sebagai media dalam pemenuhan kebutuhan dari-Nya.
Pada masa Nabi Muhammad Saw tawasul telah diperaktekkan, hal itu bisa kita baca pada hadis Nabi yang berkisah tentang sahabat yang buta yang bertawasul melalui Nabi Muhammad di dalam doanya, diriwayatkan Utsman bin Hunaif:
عن عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَجَاءَ إِلَيْهِ رَجُلٌ ضَرِيرٌ، فَشَكَا إِلَيْهِ ذَهَابَ بَصَرِهِ، فَقَالَ: (يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَيْسَ لِي قَائِدٌ، وَقَدْ شَقَّ عَلَيَّ) فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ( ايتِ الْمِيضَاةَ فَتَوَضَّأْ، وَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ، وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَا نَبِيَّ الرَّحْمَةِ)، يَا مُحَمَّدُ، إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ، فَتُجْلِي عَنْ بَصَرِي. رواه الحاكم والترمذي والبيهقي
Artinya: Dari Utsman bin Hunaif, beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw saat ada seorang lelaki buta datang mengadukan matanya yang tidak berfungsi kepadanya, lalu ia berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai pemandu dan sangat payah. Beliau bersabda; Pergilah ke tempat wudhu, berwudhulah, kemudian shalatlah dua rakaat, lantas berdoalah (dengan redaksi); “wahai Allah, aku memohon dan menghadap kepada-Mu dengan perantara nabimu Muhammad Saw sang nabi pembawa rahmat. Wahai muhammad sungguh aku menghadap kepada tuhan-mu dengan menyebut namamu, karenanya Allah telah sembuhkan penglihatanku. (HR Al-Hakim, At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi)
Wallahu a’lam